Zihan Abas
Sunday, January 31, 2016
modul microsoft office word 2010
https://docs.google.com/document/d/1StdctMX0L5iGr_mBO2oo5W8tIPwNX7mzqe1_QYmlT00/edit?usp=sharing
modul microsoft powerpoint 2010
https://docs.google.com/document/d/11If_Xug9rIbWVaCJHSlWlIHMpdr9VD-nmMrxQJiySes/edit?usp=sharing
Saturday, January 23, 2016
pancasila
A.
Pengertian Paradigma
Pembangunan
Istilah
Paradigma pada awalnya
berkembang dalam ilmu
pengetahuan terutama dalam
kaitannya dalam filsafat
ilmu pengetahuan. Secara harifah
(etimologis) istilah mengandung
arti model, pola atau
contoh. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia,
Paradigma diartikan sebagai
seperangkat unsur bahasa
yang sebagian bersifat
tetap dan yang
sebagian berubah-ubah. Paradigma juga diartikan
sebagai suatu gugusan system pemikiran. Secara terminologys
tokoh yang mengembangkan
istilah paradigma adalah Thomas S. Khun. Menurut pendapatnya, paradigma tidak lain merupakan asumsi – asumsi teoritis
yang umum ( merupakan suatu sumber
nilai ) yang merupakan
sumber hukum, metode serta
cara penerapan dalam ilmu pengetahuan
Istilah pembangunan menunjukan adanya pertumbuhan, perluasan ekspansi yang bertalian dengan keadaan yang harus digali dan dibangun agar dicapai kemajuan dimasa yang akan datang. Didalam proses pembangunan terdapat perubahan yang terus menerus diarahkan untuk menuju kemajuan dan perbaikan ke arah tujuan yang diciptakan. Dengan kata lain, pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang direncanakan dan mencakup semua aspek kehidupan untuk ,mewujudkan tujuan hidup. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum paradigma pembangunan adalah suatu model, pola yang merupakan system berfikir sebagai upaya untuk melaksanakan perubahan yang direncanakan guna mewujudkan cita-cita kehidupan masyarakat menuju hari esok yang lebih baik
Istilah pembangunan menunjukan adanya pertumbuhan, perluasan ekspansi yang bertalian dengan keadaan yang harus digali dan dibangun agar dicapai kemajuan dimasa yang akan datang. Didalam proses pembangunan terdapat perubahan yang terus menerus diarahkan untuk menuju kemajuan dan perbaikan ke arah tujuan yang diciptakan. Dengan kata lain, pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang direncanakan dan mencakup semua aspek kehidupan untuk ,mewujudkan tujuan hidup. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum paradigma pembangunan adalah suatu model, pola yang merupakan system berfikir sebagai upaya untuk melaksanakan perubahan yang direncanakan guna mewujudkan cita-cita kehidupan masyarakat menuju hari esok yang lebih baik
B.
Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan
Kita
tentunya tahu rumusan Pembukaan Undang – Undang dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 alenia IV. Dalam rumusan tersebut dinyatakan bahwa tujuan negara
Republik Indonesia adalah melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh
tumpah darah indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka
bangsa indonesia menyelenggarakan proses pembangunan nasional.
Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan
kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan,
berlandaskan kemampuan nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Dalam
pelaksanaanya, pembangunan nasional mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai –
nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat,
mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju serta kokoh kekuatan moral dan etikanya.
Oleh sebab itu, untuk mencapai semua itu bangsa dan negara Indonesia harus
menjadikan pancasila sebagai paradigma pembangunan
1.Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Pembangunan
Reformasi
secara etimologis berasal dari kata
reformation. Secara harfiah reformasi memiliki makna suatu
gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali
hal – hal yang menyimpang untuk dikembalikan
pada format atau bentuk
semula sesuai dengan nilai – nilai
idel yang diciptakan
rakyat
Gerakan reformasi biasanya dilandasi oleh nilai
– nilai dasar yang terkandung dalam ideologi nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, gerakan reformasi yang sedang
dijalankan di Indonesia tentu saja
tidak boleh menyimpang
dari nilai – nilai
fundamental negara
yang terkandung dalam pancasila.
Dengan kata lain,
gerakan reformasi di Indonesia
harus tetap diletakkan
dalam kerangka perspektif pancasila sebagai landasan dan
cita–cita Ideologi. Hal ini
dikarenakan, tanpa ada suatu dasar
nilai yang jelas,
maka suatu
gerakan reformasi akan mengarah
pada suatu disintegrasi,
anarkisme, brutalisme, serta pada akhirnya
menuju kehancuran bangsa dan Negara Indonesia. Oleh karena itu, gerakan reformasi yang berlangsung di Indonesia harus merupakan gerakan reformasi yang berperspektif
pancasila, yaitu:
a.
Reformasi yang Berketuhanan
Yang Maha Esa.
b. Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradap.
c. Semangat reformasi harus berdasarkan pada nilai persatuan.
d. Semangat dan jiwa reformasi harus berakar pada asas kerakyatan.
e. Visi dasar gerakan reformasi harus jelas.
2. Pancasila Sebagai Paradigma pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( Iptek)
b. Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradap.
c. Semangat reformasi harus berdasarkan pada nilai persatuan.
d. Semangat dan jiwa reformasi harus berakar pada asas kerakyatan.
e. Visi dasar gerakan reformasi harus jelas.
2. Pancasila Sebagai Paradigma pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ( Iptek)
Pancasila sebagai paradigma
pembangunan iptek mengandung pengertian bahwa pancasila memberikan dasar nilai
bagi pembangunan Iptek demi kesejahteran manusia. Dengan kata lain, dalam
pengembangan Iptek, pancasila harus dijadikan sumber nilai, kerangka berfikir
serta dasar moralitas.
Adapun hakekat pancasila sebagai
paradigma pembangunan Iptek adalah sebagai berikut:
a. Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan dasar atau landasan bahwa pembangunan Iptek
tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan atau diciptakan, tetapi juga harus
mempertimbangkan maksud dan akibat bagi manusia dan lingkungannya. Pengolahan
diimbangi dengan melestarikan. Sila ini menempatkan manusia dialam semesta
bukan sebagai pusatnya, melainkan sebagai bagian sistematik dari alam yang
diolahnya.
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradap memberikan
landasan bahwa pembngunan Iptek harus bersifat beradap dan diabadikan untuk
peningkatan harkat dan martabat manusia. Oleh karena itu, pembangunan Iptek
harus didasarkan kepada tujuan dasarnya untuk mewujudkan kesejahteraan manusia
serta peningkatan harkat dan martabat manusia.
c. Sila persatuan Indonesia memberikan arahan bahwa
pembangunan iptek hendaknya dapat mengembangkan nasionalisme, kebesaran bangsa
dan keluhuran bangsa sebagai bagian umat manusia.
d. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksaan dalam permusyawaratan/perwakilan mendasari pembangunan iptek secara demokratis.
Artinya, setiap ilmuwan harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan Iptek. Selain itu dalam
pembangunan Iptek, setiap ilmuwan harus menghormati dan menghargai kebebasan
orang lain dan harus ,memiliki sikap terbuka, artinya terbuka untuk dikritik,
dikaji ulang maupun dibandingkan dengan teori lainnya.
e. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia mengkomplementasikan pembangunan iptek haruslah menjaga keseimbngan
keadilan dalam kehidupan kemabusiaan, yaitu keseimbangan keadilan dalam
hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan
manusia lainnya, manusia dengan masyarakat bangsa dan negara serta manusia
dengan alam lingkungannya.
3. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
IPOLEKSOSBUDHANKAM
a. Pancasila sebagai Paradigma perkembangan Bidang
Ideologi
Perkembangan ideologi di Negara kita, harus selalu
diartikan sebagai pengembangan Pancasila sebagai ideologi nasional. Dalam hal
ini pancasila harus dipandang ideologi yang dinamis yang dapat menangkap tanda
– tanda perkembangan dan perubahan zaman. Dalam perkembangan ideologi
pancasila, harus senantiasa di perhatikan:
1) Kedudukan pancasila sebagai ideologi terbuka,
yang berarti pancasila merupakan bentuk ideologi yang idealis,relistis, dan
fleksibel yang selalu terbuka terhadap upaya – upaya pembangunan dirinya tanpa
harus kehilangan jati dirinya sebagai dasar negara Republik Indonesia.
2) Wawasan kebangsaan Indonesia ( nasionalisme ),
yang berarti bansa Indonesia bukan bangsa yang berdasarkan kepada ajaran agama
tertentuserta tidak pula memisahkan ajaran agama dalam proses penyelenggaran
negara, tetapi bangsa indonesia telah membangun suatu wawasan kebangsaan atau
nasionalismebercirikan kepribadian bansa indonesia sendiri, yaitu kebangsaan
yang bebas dalam arti merdeka, berdaulat, bersatu, adil dan makmur.
b. Pancasila Sebagai Paradigma pembangunan Bidang
Politik
proses pe4mbangunan politik negara terutama dalam
proses reformasi dewasa ini harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana
tertuang dalam sila-sila pancasila, sehingga praktek-praktek politik yang
menghalalkan segala cara seperti memfitnah, memprovokasi, dan menghasut rakyat
harus segera di akhiri. Selain itu, perwujudan pancasila dalam pengembangan
kehidupan politik dapat di;lakukan dengan cara:
1) Mewujudkan tujuan negara demi peningkatan harkat
dan martabat manusia indonesia
2) Memposisikan rakyat Indonesia sebagai subjek
dalam kehidupan politik, bukan hanya sebagai objek politik penguasa semata.
3) Sistem politik negara harus mendasarkan pada
tuntutan hak dasar kemanusiaan, sehingga sistem politik negara harus mampu
menciptakan sistem yang menjamin perwujudan hak asai manusia.
4) Para penyelenggara negara dan para politisi
senantiasa memegang budi pekerti ke,manusiaan serta memegang teguh cita-cita
moral rakyat Indonesia.
c. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Bidang
Ekonomi
Perwujudan pancasila sebagai paradigma dan moralitas
dalam pembangunan bidang ekonomi dapat dilakukan dengan cara:
1) Sistem ekonomi negara senantiasa mendasarkan pada
pemikiran untuk mengembangkan ekonomi atas dasar moralitas kemanusiaan dan
ketuhanan
2) Menghindari pengembangan ekonomi yang mengarah
pada sistem monopoli dan persaingan bebas
3) Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan dan
kekeluargaan yang ditujukan untuk mencapai kesejahteraan rakyat secara luas.
d. Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang
sosial budaya
Pembangunan sosial budaya termasuk salah satu aspek pembangunan
yang penting dan senantiasa terus ditingkatkan kualitasnya. Seperti halnya
dalam pembangunan aspek yang lainnya, pancasila kembali menjadi dasar moralitas
utama untuk menyelenggarakan proses pembangunan dalam aspek ini, yang dapat
diwujudkan dengan cara:
1) Senantiasa berdasarkan kepada sistem nilai yang
sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masyarakat indonesia
2) Pembangunan ditujukan untuk meningkatkan derajat
kemerdekaan manusia dan kebebasan spiritual
3) Menciptakan sistem sosial budaya yang beradap
melaui pendekatan kemanusian secara universal.
e. Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang
pertahanan dan keamanan
Persatuan dan kesatuan bangsa indonesia dapat
terwujud salah satunya dengan adanya sistem pertahanan dan keamanan negara.
Oleh karena itu, pembangunan dalam bidang pertahanan dan keamanan mutlak
dilakukan dengan senantiasa berlandaskan pada nilai-nilai pancasila. Perwujudan
nilai-nilai pancasila dalam pembangunan bidang ini dapat dilakukan dengan cara:
1) Pertahanan dan keamanan negara harus berdasarkan
kepada tujuan demi tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa
2) Pertahanan dan keamanan negara harus berdasarkan
pada tujuan demi tercapainya kepentingan seluruh warga negara indonesia
3) Pertahanan dan keamanan harus mampu menjamin hak
asai manusia, persamaan derajat serta kebebasan kemanusiaan
4) Pertahanan dan keamanan negara harus dipruntukan
demi terwujudnya keadilan dalam kehidupan masyarakat.
Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila
sebagai sistem nilai acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir atau
jelasnya sebagaisistem nilai yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara,
dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi ‘yang menyandangnya’.
Yang
menyandangnya itu di antaranya:
1.
Bidang Politik
2.
Bidang Ekonomi
4.
Bidang Hukum
5.
Bidang kehidupan antar umat
beragama, Memahami asal mula Pancasila.
Kelimanya itu, dalam makalah ini, dijadikan pokok bahasan.
Namun demikian agar sistematikanya menjadi relatif lebih tepat, pembahasannya
dimulai oleh ‘paradigma yang terakhir’ yaitu paradigma dalam kehidupan kampus.
I.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan.
Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat
ilmu pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, Orang yang pertama kali mengemukakan
istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu didominasi oleh
suatu paradigma.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan
tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah
paradigma makin lama makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan,
tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.
Paradigma kemudian berkembang dalam pengertian sebagai
kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur,
parameter, arah dan tujuan. Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu
dijadikan sebagai kerangka, acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari
sebuah kegiatan.
Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan
penting dalam melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia. Pancasila
sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi
dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang
dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas pengakuan dan
penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
nasional.
Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila
adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau
persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi
landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar
hakikat manusia. Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis.
Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain:
a.
susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga
b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai
upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa,
raga,pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional
sebagai upaya peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan
martabat manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan
di berbagai bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan,
meliputi bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Pancasila menjadi paradigma dalam pembangunan politik,
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
1.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan
sebagai subjek atau pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila
bertolak dari kodrat manusia maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan
harkat dan martabat manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari
manusia sebagai subjek harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat.
Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik
Indonesia yang sesuai pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik
demokrasi bukan otoriter.
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus
dikembangkan atas asas kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya
adalah sistem politik didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada
pancasila. Oleh karena itu, secara berturut-turut sistem politik Indonesia
dikembangkan atas moral ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral
kerakyatan, dan moral keadilan.
Perilaku politik, baik dari warga negara maupun
penyelenggara negara dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga
menghasilkan perilaku politik yang santun dan bermoral.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik
diartikan bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita
bersama yang ingin diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila.
Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:
•
Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya,
agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;
• Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
• Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan;
• Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab;
• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
• Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan keputusan;
• Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep mempertahankan persatuan;
• Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil dan beradab;
• Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan (keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
Di era globalisasi informasi seperti sekarang ini,
implementasi tersebut perlu direkonstruksi kedalam pewujudan masyarakat-warga
(civil society) yang mencakup masyarakat tradisional (berbagai asal etnik,
agama, dan golongan), masyarakat industrial, dan masyarakat purna industrial.
Dengan demikian, nilai-nilai sosial politik yang dijadikan moral baru
masyarakat informasi adalah:
~
nilai toleransi;
~ nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
~ nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
~ bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
~ nilai transparansi hukum dan kelembagaan;
~ nilai kejujuran dan komitmen (tindakan sesuai dengan kata);
~ bermoral berdasarkan konsensus (Fukuyama dalam Astrid: 2000:3).
2.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi
maka sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila.
Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan
(sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang
mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi yang
berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia, baik selaku
makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem
ekonomi liberal yang hanya
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan
manusia sebagai subjek. Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan
menjadi sistem dan pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat
secara keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem
ekonomi kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak
dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan.
Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari
bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang hanya akan
menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan kesengsaraan warga
negara.
Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih
mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih
mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini
menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi
atau pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila.
Dalam Ekonomi Kerakyatan, politik/kebijakan ekonomi harus
untuk sebesarbesar kemakmuran/kesejahteraan rakyat—yang harus mampu mewujudkan
perekonomian nasional yang lebih berkeadilan bagi seluruh warga masyarakat
(tidak lagi yang seperti selama Orde Baru yang telah berpihak pada ekonomi
besar/konglomerat). Politik Ekonomi Kerakyatan yang lebih memberikan
kesempatan, dukungan, dan pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup koperasi,
usaha kecil, dan usaha menengah sebagai pilar utama pembangunan ekonomi
nasional.
Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah
koperasi. Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit
pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu
mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah.
Dengan demikian, Ekonomi Kerakyatan akan mampu memberdayakan
daerah/rakyat dalam berekonomi, sehingga lebih adil, demokratis, transparan,
dan partisipatif. Dalam
Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
Ekonomi Kerakyatan, Pemerintah Pusat (Negara) yang demokratis berperanan memaksakan pematuhan peraturan-peraturan yang bersifat melindungi warga atau meningkatkan kepastian hukum.
3.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang
pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal
ini sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh
karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan
martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan
sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan
bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan
beradab.
Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi
harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat
mengembangkan dirinya dari tingkat homo
menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
menjadi human. Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan
kehidupan sosial berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa
dihargai dan diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial
budaya tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan
ketidakadilan sosial. Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa
paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya
perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang
terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak
asasi individu secara berimbang (Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai
perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma
ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan
kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan
demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa
tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan
regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin
keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah
NKRI (Sila Ketiga).
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu
memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai
kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan – kebudayaan di daerah:
(1)
Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun
sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang
tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
(2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
(3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
(4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
(5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
4.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung
makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara
saja, tetapi juga rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut,
sistem pertahanan dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen
bangsa. Sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh
warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan
secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah,
dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan
keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem
pertahanan semesta didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai
pancasila, di mana pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan
kewajiban yang sama dalam masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila
sebagai paradigma pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa
Indonesia sebagaimana tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara.
Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan
negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk
menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah
konstitusi, yang di dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan
konstitusi, yaitu:
(1)
adanya perlindungan terhadap HAM,
(2) adanya susunan ketatanegaraan
negara yang mendasar, dan
(3) adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
(2) adanya susunan ketatanegaraan
negara yang mendasar, dan
(3) adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.Sesuai dengan UUD 1945, yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila, Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian dari UUD 1945 atau merupakan bagian dari hukum positif. Dalam kedudukan yang demikian, ia mengandung segi positif dan segi negatif. Segi positifnya, Pancasila dapat dipaksakan berlakunya (oleh negara); segi negatifnya, Pembukaan dapat diubah oleh MPR—sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UUD 1945.
Hukum tertulis seperti UUD—termasuk perubahannya—, demikian
juga UU dan peraturan perundang-undangan lainnya, harus mengacu pada dasar
negara (sila – sila Pancasila dasar negara).
Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma
pengembangan hukum’, hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang
akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila:
(1)
Ketuhanan Yang Maha Esa,
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,
(3) Persatuan Indonesia,
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(2) Kemanusiaan yang adil dan beradab,
(3) Persatuan Indonesia,
(4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
(5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dengan demikian, substansi hukum yang dikembangkan harus
merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila.
Artinya, substansi produk hukum merupakan karakter produk hukum responsif
(untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan aspirasi rakyat).
5.
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Kehidupan Umat Beragama Bangsa
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat
Beragama Bangsa Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan
santun, bahkan predikat ini menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata
dunia internasional. Indonesia adalah Negara yang majemuk, bhinneka dan plural.
Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis, bahasa dan agama namun terjalin
kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia kita.
Namun akhir-akhir ini keramahan kita mulai dipertanyakan
oleh banyak kalangan karena ada beberapa kasus kekerasana yang bernuansa Agama.
Ketika bicara peristiwa yang terjadi di Indonesia hampir pasti semuanya
melibatkan umat muslim, hal ini karena mayoritas penduduk Indonesia beragama
Islam. Masyarakat muslim di Indonesia memang terdapat beberapa aliran yang
tidak terkoordinir, sehingga apapun yang diperbuat oleh umat Islam menurut
sebagian umat non muslim mereka seakan-seakan merefresentasikan umat muslim.
Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya
kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti berikut:
1.
Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas
(ummatan wahidah).
2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
a. Bertentangga yang baik
b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c. Membela mereka yang teraniaya
d. Saling menasehati
e. Menghormati kebebasan beragama.
2. Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsi:
a. Bertentangga yang baik
b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama
c. Membela mereka yang teraniaya
d. Saling menasehati
e. Menghormati kebebasan beragama.
Lima
prinsip tersebut mengisyaratkan:
1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama;
2) pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama.
1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi yang didasarkan atas suku dan agama;
2) pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi musuh bersama. Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson, ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama.
Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama
merupakan kondisi kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan
bicara mengenai nilai-nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena
politik, maka pertikaian akan mulai dan semakin jauh dari kompromi.
Dalam beberapa tahap dan kesempatan masyarakat Indonesia
yang sejak semula bercirikan majemuk banyak kita temukan upaya masyarakat yang
mencoba untuk membina kerunan antar masayarakat. Lahirnya lembaga-lembaga
kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di Maluku, “Mapalus” di Sulawesi Utara,
“Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga” di Tapanuli, Sumatera Utara,
merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam masyarakat.
Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat
beragama di Indonesia yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog
horizontal dan dialog Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar
manusia yang dilandasi dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan
eksistensi manusia, dan pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis
dan interdependen.
Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang
menyebutkan bahwa posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi
manusia yang bukan sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal
budi, yang kreatif, yang berbudaya.
II.
Implementasi Pancasila sebagai Paradigma Kehidupam Kampus
Menurut saya, implementasi pancasila sebagai paradigma
kehidupan kampus adalah seperti contoh-contoh paradigma pancasila diatas
kehidupan kampus tidak jauh berbeda dengan kehidupan tatanan Negara. Jadi
kampus juga harus memerlukan tatanan pumbangunan seperti tatanan Negara yaitu
politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama.
Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara maka sebagai makhluk pribadi sendiri dan sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan
suatu hasil kreativitas rohani manusia.
Unsur jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa,dan kehendak.
Sebagai mahasiswa yang mempunyai rasa intelektual yang besar kita dapat
memanfaatkan fasilitas kampus untuk mencapai tujuan bersama.
Pembangunanyang merupakan realisasi praksis dalam Kampus
untuk mencapai tujuan seluruh mahsiswa harus mendasarkan pada hakikat manusia
sebagai subyek pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena itu hakikat
manusia merupakan sumber nilai bagi pembangunan pengembangan kampus itu
sendiri.
Subscribe to:
Posts (Atom)